Spiga

BERTEMAN DENGAN MAYAT

Text : Faisal Hamid
Foto : Norman

“Penjaga Kamar Mayat Harus Punya Nyali”

“Tidak Ada Yang Seram Dari Kamar Mayat Ini”

PENJAGA kamar mayat adalah profesi yang jarang sekali ditekuni oleh orang karena menuntut keberanian dan jiwa sosial yang tinggi.
Seorang penjaga kamar mayat juga harus mempunyai nyali yang teruji. Kebanyakan orang, mendengar atau melihat kamar mayat mereka langsung terbayang dengan jenasah dan ruangan yang angker. Tetapi lain halnya terhadap Edi 44 tahun, kelahiran Sleman, Yogyakarta.
Dia menekuni pekerjaannya sebagai penjaga kamar mayat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo (RSCM) sejak tahun 1994 sampai sekarang. Suka maupun duka dijalaninya dengan tabah, sabar dan tawakal.
Kalau kita masuk lebih dalam kamar mayat, kita akan ditemui peti mayat. Hanya peti mayat, kosong. Ukuran panjangnya dua meter dengan warna kecoklatan tua, tampak masih rapi dan kokoh. Sebagian terselip di bawah lintasan jalan rata menuju lantai dua yang mengarah ke ruangan lemari mayat.
Selain ditemui peti, ada beberapa tumpuk kayu nisan yang sudah diberi angka tanpa nama, tersandar di tembok yang tak jauh dari peti mati kosong itu.
Ada tangga besi dan jalanan menanjak untuk kereta dorong mayat, menuju lantai dua. Tempat itulah, yang menjadi penyimpanan mayat. Ruangan itu tertutup rapat. Di Dekat pintunya, ada keranda mayat yang ditutupi kain putih. Ada beberapa lobang ventilasi udara. Udara tidak terlalu panas, namun terasa pengap.
Tak jauh dari tempat penyimpanan mayat, ada ruangan terbuka berukuran 4x4 meter. Ruangan ini biasa dijadikan sebagai tempat pemandian mayat. Suasana sepi, mungkin yang menyebabkan ruangan itu menjadi menyeramkan. Tak ada bau apapun, seperti yang selama ini banyak diceritakan orang.
Itulah kamar mayat Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo (RSCM) yang berada di Jalan Salemba, Jakarta. Tertulis di bagian depan gedung itu, Instalasi Pemulasaraan Jenazah. Gedung bagian tengah terlihat sudah tua dengan bergaya arsitektur Eropa. Bagian gedung bekas peninggalan zaman penjajahan Belanda. Sedangkan bagian depan dan belakang, gedung yang dibangun tahun 1992.

"Kerja di kamar mayat harus telaten berdasarkan hati nurani dan rasa kemanusiaan. Prinsip itulah yang saya tanamkan sejak diterima menjadi penjaga," katanya ketika ditemui wartawan 69++ di RSCM yang berada di Jalan Salemba, Jakarta.
Sedangkan untuk peristiwa yang berhubungan dengan mistis, Edi mengatakan, tidak pernah mengalami kejadian yang sifatnya aneh. "Karena saya sudah lama di sini, para penunggu (mahluk halus-Red) sudah kenal, karena itu saya tidak pernah diganggu, dan kebetulan saya disini tidak pernah sendiri, selalu ramai," katannya sambil tersenyum.
Dalam bertugas sebagai penjaga kamar mayat dibagi menjadi tiga sif dan per sif-nya delapan jam kerja. Jam kerja dilakukan dengan cara bergiliran.
Selain itu, pendataan mayat juga menjadi hal yang paling penting dalam tugasnya sehari-hari. Bahkan, data-data mayat yang masuk baik itu korban tindakan kriminal ataupun kecelakaan lalu lintas dicatat. “Data itu untuk memudahkan keluarga korban,” katanya.
Soal gaji yang diterima Edi mengaku nilai nominal hanya cukup untuk ongkos naik angkutan umum perjalanan pulang-pergi dari rumahnya ke RSCM, “yah maklumlah gaji pegawai negerikan anda tahu berapa,” cetusnya.
"Kalau cuma mengharapkan dari segi finansial, kerja seperti ini gajinya sangat kecil sekali," katanya. "Rezeki sudah ada yang mengatur kita hanya bisa berusaha saja semuanya telah ditentukan oleh yang di atas," tuturnya.
Suasana keseraman dan keangkeran kamar mayat RSCM bagi Edi, tidak ada pengaruh dengan pekerjaannya. Cerita horor yang membuat masyarakat takut, menurutnya, tidak beralasan. Dia mengatakan, “tidak ada yang seram dari kamar mayat ini atau mendengar suara-suara menakutkan. Apalagi, ada cerita-cerita hantu.” Hanya diawal masuk saja, beliau merasa tegang dengan suasana kamar mayat RSCM.
Dia bekerja di instalasi jenazah, tidak pernah melihat hal yang aneh atau mendengar suara-suara menakutkan. Apalagi, ada cerita-cerita hantu gentayangan. Tidak hanya siang, suasana malam pun sudah terbiasa layaknya ruangan pekerjaan lain. “Selama ini tidak pernah ada yang aneh,” tambahnya.
Edi kelahiran Yogyakarta pada tahun 1964. Menikahi seorang gadis bersuku sunda. Dari perkawinannya, kini sudah memiliki Dua anak yang masih kecil-kecil.
Sebelum menjadi penjaga mayat, beliau pernah bekerja di suatu perusahaan di Pulogadung menjadi pegawai PT. Yamaha, kemudian berhenti. Saudaranya menawarkan pekerjaan, yang kebetulan sedang sangat dibutuhkan untuk tenaga baru. “Awalnya, tidak disebutkan sebagai pekerja penjaga mayat mayat,” ujarnya. “Saudara saya hanya bilang, pekerjaannya sehari-sehari melihat orang tidur,” tambahnya.
“Ternyata kerjanya sebagai penjaga mayat. Saudara menyarankan agar kesempatan itu diambil saja. Apalagi menyangkut masa depan dan akan mendapatkan status sebagai pegawai pemerintah. Punya dana pensiun,” kenangnya.

0 komentar: